Jumat, 22 Juli 2011 - 0 komentar

Kidung surga untuk pelacur tua

Oleh : Ferra Raoyan

Adzan maghrib berkumandang sudah,sayup-sayup terdengar begitu mendamaikan hati.
Sebagai seruan alam,suara itu terus menggema menandakan pergantian waktu,ibarat lonceng yang membangunkan malam segera merapikan dirinya untuk segera berhias,dan mempersilahkan mentari untuk rehat diperaduanya.
Begitupun juga dengan penghuninyanya,semua segera bergegas,kembali ke tempat mereka masing –masing,menyudahi segala aktifitas hari ini.
Tapi tidak untuk mba Iin,ia malah baru saja memulai aktifitasnya,ia sedang asik memoles bibirnya dengan warna merah menyala,menyapu pipinya yang mulai keriput dengan bedak tebal agar tak tampak kerutnya.
Memilih pakaian seksi dari beberapa koleksi nya dalam lemari.
Ia Nampak percaya diri,sekilas saja tak Nampak kalau  mba Iin berusia 45 tahun.
Bodynya masih tetep ramping,kulitnya pun masih putih mulus.
Apalagi hmmmmmmmm....bagian dada dan pinggulnya,jangan ditanya,membuat para lelaki menelan ludahnya sekilas saja memangdangnya,apalagi suaranya memang sengaja dibuat untuk menggoda.
SIapapun bisa dibuat gila olehnya,itu yang menyebabkan nya masih tetap di tempat ini.
Sebuah lokalisasi kelas C di kota Makasar,walau usianya sudah menginjak senja.

Dengan pakian serba minim,ia melangkah,mondar-mandir menebarkan senyum nakal nya untuk para penikmat malam,sembari memamerkan dadanya yang putih menyembul dari balik bajunya yang sedikit transaparan.
Tak ada malu untuknya...”sudah kepalang tanggung” selalu Mba Iin  jawab pertanyaan miris para tetangga atau sanak keluarga,bila mereka mulai menohok dengan Tanya yang tak guna untuk mba Iin.

Malam  menunjukan pukul sebelas malam,ketika mba iin masuk kedalam sedan berwarna hitam,dan segera melaju ke sebuah losmen kelas melati di seberang pantai losari.
Suasana sejuknya pantai memang sangat mendukung,apalagi bau alkohol sudah mengisi seluruh ruangan di kamar ini.
Tanpa basa-basi lelaki hidung belang itu..meminta Mba Iin untuk melepaskan pakaian seksinya,terang saja mata lelaki tua membelalak seolah tak bisa berkedip lagi,dengan birahi yang sudah memuncak,tanpa butuh waktu lama untuk mba Iin dan lelaki tua itu
Berbagi peluh,berpacu dengan nafas yang saling memburu,tak hirau lagi dengan desahan dan teriakan yang sebenarnya mengganggu penghuni kamar sebelahnya.

“Terkadang aku juga iri mas,dengan orang-orang disekitarku,mereka hidup normal,Punya suami,mengurusi anak,memasak untuk keluarga,tapi sudah kepalang tanggung Mas.”
Sambil menghisap rokonya Mba In,berkeluh kesah,sembari menyibak-nyibakkan rambutnya,setelah lelah dengan tugas dosanya.
“lantas,kenapa kau tidak segera pensiun In ???” jawab lelaki tua itu.
“mau makan apa aku?,siapa yang akan bayar kontarkanku ????
“Apa mas yang mau  Menanggung seluruh biayanya ?? “
“Apa mas mau menjadikan aku istri ke dua mas??”
Langsung saja disambar pertanyaan lelaki tua itu,dengan jawaban yang semakin menghentak ruangan ini.
“ Bukan begitu sayang…..usiamu kan sudah ga muda lagi,masa masih harus kerja Beginian terus,cari dong usaha lain,kalau kamu ga keberatan aku bisa memberimu sedikit uang Untuk modal usaha” ujar pak tua itu,sembari mencium  kening mba Iin,
Saking bahagianya mendengar tawaran itu,mba Iin langsung memeluk erat perut buncit milik pak tua itu.
Memang sudah lama Pak tua ini menjadi langganan tetap mba iin,ya kira-kira sudah hampir 10 tahun.
Hubungan mereka memang terkadang layaknya sepasang kekasih,tak jarang pak tua Ini mengajak mba In untuk menemaninya ke ibu kota,atau kota-kota lain ketika bertugas.
Dan pastinya tanpa diketahui oleh Istri pak tua ini.
“Beneran ya sayang...???”
“ janji Ya...????”
Huhft...suara dan gelendot manja mba In membuat pak tua ini manjadi gelisah kembali.
Ia kembali meraba dan mencumbui dada mba In yang memang masih seksi,Kembali merangsek ke sofa di pojok ruangan ini.dan ini sudah yang ke tiga kalinya untuk malam ini.
Keduanya terus dan masih saja saling berpagut.
Namun detik kemudian ,pak tua menghentikan Ayunannya,ia  memegang dadanya,Menahan sakit ,mukanya merah padam,tanganya kian mengejang,Entah apa yang membuatnya berteriak-teriak.
“ ambilkan obat ku disaku celanaku In….!!”
Dengan tergopoh-gopoh mba In mencari obat yang dimaksud,ia juga membawakan air putih untuk pa tua itu
Kejadianya sangat singkat,seketika saja tak lagi dapat dirasakan detak jantung di tubuh pak tua itu.
Nafasnya menghilang,tanganya kaku,dari mulutnya keluar buih-buih putih.
Mba Iin benar-benar ketakutan.ia berlari keluar kamar meminta bantuan ,dengan masih hanya mengenakan lingerinya.



“ Pak Broto keracunan …Bu!!”
“ Beliau terlalu banyak mengkonsumsi,obat penambah vitalitas  
  lelaki,berakibat pada,Jantungnya yang memang sudah bermasalah."
“ maafkan  saya,tidak bisa menyelamatkan beliau…!!”
Muka mba iin seketika pucat,kakinya gemetaran.
Tanpa menghiraukan lagi dokter yang menangani pak Broto,ia langsung bergegas pergi.
Ia menyewa sebuah taksi menuju kontrakanya.
Bergegas mba iin meringkas pakaian-pakaianya,tak lupa ia juga membawa serta perhiasanya,memasukanya ke sebuah koper besar,yang selama ini hanya jadi pajangan di sudut kamarnya.


“Pak kita menuju terminal ya…..”
“ Ngebut ya pak,saya ada urusan penting.adik saya meninggal.”
Mba In berbohong untuk menutupi kegalauan,dan gerak-geriknya yang Nampak gusar.

Sesampainya di terminal ia segera menaiki sebuah bus Ac jurusan Makasar-Jakarta.
Dengan uang yang mba Iin miliki sekarang,ia hanya mampu naik bus,menuju ibu kota.
Berbekal alamat dari seorang kerabatnya,ia sudah membulatkan tekadnya.
Peristiwa meninggalnya pak Broto membuatnya begitu ketakutan,hingga Ia berfikir secepatnya harus menginggalkan Makasar daridapa harus berurusan dengan Polisi.


Dengan uang seadanya mba Iin bertahan hidup dikota Jakarta,menyusuri sudutnya,ia pun tak lagi bisa menyewa losmen ataupun tempat tinggal.ia memilih tidur di emperan toko.
Dari hari-ke hari ia terus saja berharap bisa menemukan alamat seorang kerabat dekatnya,namun sepertinya harapan itu semakin menjauh,karena uang disakunya pun kian menipis,dan perhiasan nyapun sudah terjual semua.
Mba Iin begitu lusuh,pucat dan sudah sangat mirip gelandangan di kota besar ini.
Tak lagi Nampak gemulainya,tak ada lagi senyum nakal disudut bibirnya,hanya terus berjalan gontai menyusuri setiap gang-gang kecil yang ia yakini bisa ia tinggali sejenak.


Dengan perut yang keroncongan ia berhenti di depan sebuah masjid.
Berdiri terpaku untuk waktu yang cukup lama.
Ada sesuatu dibenaknya,kerinduan akan damainya beribadah.
Sudah lama ia tak melantunkan lafaz-lafaz ayat suci al’quran,hampir ia lupa dengan beberapa bacaan Sholat.
Coba ia langkahkan kakinya menuju masjid megah ini.dengan segala kerendahan hatinya,ia coba menentramkan hatinya,dibalutnya tubuh molek mba iin dengan kain panjang.
Ia menangis ,ada sesuatu yang mengganjal hatinya,tak perduli  dengan orang-orang disana yang sedari tadi melihatnya dengan iba.
Di sajadah itu,mba In meluangkan segala resahnya,keletihan akan gelimangnya dosa.
Apalagi wajah Pak Broto terus saja membayang-bayanginya..
Pak Broto orang yang sangat ia harapkan untuk mengubah hidupnya,untuk tak lagi menjual diri,malahan kini ia telah pergi,itupun karenanya,dan dihadapanya pula.
Ia terus menangis menjadi-jadi,mengakui setiap dosa yang ia perbuat,mengharapkan Tuhan akan mau memberinya maaf dan Ampunan baginya.

Dan Mba Iin pun tertidur dalam tangisnya.
Samar terdengar suara merdu,di sekilingnya.
Nyanyian itu begitu indah menyejukkan kalbu dan mendamaikan gundahnya jiwa.
Nampak pula kilauan cahaya dihadapannya,Benderang,menyinari seluruh ruangan ini..
Cahaya itu putih,semakin lama-kian mendekati tubuhnya.
Hangat dirasa,ketika cahaya putih itu mendekat
Damai rasanya ketika terdengar suara-suara yang terus menyanyikan kidung,tentang ke Esa an Tuhan.
Layaknya kidung surga yang menyejukkan hati,Kidung itu yang  membangunkan Mba In.
Membangunkan dengan kesyahduan iramanya, dan Membangunkanya dari mimpi gelap sepanjang hidupnya.

0 komentar:

Posting Komentar