Kamis, 21 Juli 2011 - 0 komentar

Mukena lusuh dihari Fitriku

Oleh : Ferra Raoyan
 
Jam dinding sudah menunjukan pukul delapan malam, tapi aku masih saja sibuk merapikan isi koperku, kutata baik-baik semua pakaian-pakaian terbaikku, tak lupa banyak sekali bingkisan dan oleh oleh yang aku persiapkan untuk ku bawa.
Maklum sudah hampir Lima tahun aku tak pernah lagi menginjakkan kakiku dikampung halaman tercinta, Poncowarno, nama desa kelahiranku di lampung.
Semua ku tata dengan apik, aku juga sudah membelikan mukena cantik model terbaru berwarna biru special untuk bundaku, dan juga beberapa pakaian untuk keluarga disana.
Senyum-senyum sendiri aku membayangkan betapa bahagianya kedua orang tuaku, setelah lama sekali aku tak bertemu mereka, tapi juga terselip perasaan takut, akankah mereka menerimaku dirumah mereka???
“ah...inikan idul fitri, masa ayah dan bundaku masih saja marah padaku,??Allah saja maha pemaaf, lagi pula mau kapan lagi, sebelum terlambat!!”pikirku.

“Bu Mobilnya sudah siap..!!!”
Suara itu membuyarkan lamunanku….
Segera saja bergegas ke mobil,sembari menggendong putri kecilku yang baru berumur 2 tahun masuk ke dalam mobil…,ia begitu kelelahan,karena Sedari  sore tadi ia  begitu antusias ingin segera berangkat”ingin naik kapal”ujarnya ,maklum saja ini pertama kali buatnya...
Ada kerinduan mendalam tentang semua yang ada dikampungku,terutama senyum ayah bundakku. dan terselip pula penyesalan dalam yang masih kadang menyisakan luka di hidupku,

Jalanan begitu macetnya malam ini,karena esok sudah hari terkahir puasa,dan pastinnya acara mudik selalu jadi tradisi yang begitu banyak meninggalkan kenangan manis bagi para pengikutnya.
Termasuk aku yang sudah lama tak merasakan mudik lebaran,

Ah....
Banyak kenangan buruk dikota ini yang ingin sejenak aku tanggalkan. Terlintas kembali di kepalaku, semua kenangan yang sudah-sudah, kembali lagi terbayang wajah lelaki yang sudah menghancurkan hidupku, yang telah membuatku menjadi anak durhaka,yang telah menghantarku ke lembah penuh dosa.. Ada sesak didadaku ketika semuanya terlintas lagi di kepala ini, tanpa terasa air matapun menetes dipipiku..
Ingin sekali kubuang jauh-jauh ingatan itu, tapi semakin kucoba untuk menghapus bayang-bayangnya, penyesalan itu kian kuat berakar di hatiku..
lima tahun lalu, aku masih duduk dibangku sekolah, kelas 3 SMA.
Wahyu nama lelaki itu, dia seorang mahasiswa yang sedang PKL, di sekolahku, ia guru olahraga.
Wajahnya tampan, perilakunya santun, dan cara ia mengajar yang membuatku sangat menggilainya, waktu itu.
Hampir seluruh siswa wanita disekolahku menggilainya,apalagi bertitelkan Anak pejabat, dari kota pula, semuanya berlomba-lomba mencuri perhatianya atau sekedar mendapat senyumnyya…..
“Huhft......!!”
Aku menghela nafasku dalam-dalam,bukan karena penuh sesaknya jalan Tol ini, tapi karena begitu banyak sesalku.
 “Begitu bodohnya aku....!!!”
Saat itu aku percaya saja semua bujuk rayunya, kata-kata rindu yang keluar dari bibirnya, hingga tak sadar, aku benar mencintainya segenap jiwa dan hidupku.
Dan disitulah dimulainya kehancuran hidupku....
Aku mulai tak lagi mendengar semua nasihat orang tuaku, mereka tak merestui hubunganku.
Mereka juga tak memberikan alasanya kenapa meraka tak menyukainya.
“ia bukan laki-laki baik dan bertanggung jawab  ndok”
Cuma kata-kata itu yang mewakili semua kebisuan tantang “wahyu”
Tapi, karena wahyu adalah cinta pertamaku, aku benar-benar sedang mabuk....!!
Selayaknya orang mabuk, tak ku perdulikan lagi air mata bundaku,kemarahan ayahku, selalu saja hanya lelaki itu yang ada di hari-hariku...

Dan malam itu... wahyu mengajakaku pergi ke sebuah Villa milik keluarganya,di sebuah kota, tempat itu sangat indah, diparkiranya berjejer beberapa mobil mewah, namun disana hanya kutemui beberapa orang  yang sepertinya para pembantunya.
Kupandangi setiap gambar-gambar didinding yang menceritakan betapa terpelajar dan mapannya keluarga itu..., dan ruang-demi ruang disana tertata sangat apik dan indah.
“Huhft....!!”
untuk kesekian kali ku hela nafas panjangku..
Ter pejam mataku…ketika mengingat semua kejadian malam itu...
Nafasku kembali sesak, membayangkan kembali lembut bibirnya, desah nafasnya, cengkaramnya tanganya yang tak membiarkan tubuhku menjauh darinya, semakin aku meronta dan mengerang,bibirnya kembali menghanyutkan ku dalam lenguhnya,
”Ah... seandainya saja malam itu tak terjadi...”
Tak ingin aku lama-lama terhanyut dalam kenangan itu, kuminta saja sopir untuk mempercepat laju kendaraan ku.

Ketika sampai di kapal, coba kubangunkan putri  kecilku, naswa.
“sayang kita sudah sampai dikapal, katanya mau liat kapal??”
Berkali-kali aku bangunkan, ia malah tambah erat memeluk boneka kesayanganya, boneka pemberian sahabatku yang sudah hampir dua tahun ini menemaninya tidur.
Ya sudah saja kulangkahkan kakiku menelusuri geladak kapal ini ,sendiri..
Setelah sekian lama aku mengamati dan terus menelusuri kapal ini,ingatanku tak mungkin salah, aku nyaris tercekik, ini kapal yang pertama kali kunaiki...
Pertama kali aku kejakarta,untuk menjemput lelaki bangsat itu.
“Tuhan... mengapa kau seolah ingin menunjukanku sesuatu, sudah lama aku ingin melupakan semua, awal dari kesuraman hidupku, tapi hari ini Kau seolah ingin mengulang kembali memory lamaku”.

Aku masih ingat betul, dengan Hanya membawa tas kecil dan uang secukupnya, aku lari dari rumah orang tuaku, dan  perut yang sudah mulai membuncit, aku beranikan diri pergi ke Jakarta mencari alamat wahyu, mencari ayah dari anak dalam kandunganku, ia pergi begitu saja ketika mengetahui kehamilanku, pedih hatiku mengingat kembali tangisan ibu ku, ketika ayahku mengusirku dari rumah..
Di lengan kanan ku masih tersisa bekas luka goresan celurit tajam ayahku, begitu marahnya ia mengetahui kehamilanku, ia berusaha membunuhku malam itu, kalau bukan ibu yang memohon dan memegangi ayahku,mungkin aku sudah mati..!!
wajarlah ia sangat marah dan malu terhadapku, aku anak satu-satunya, malah membuat aib untuk ayahku yang seorang kepala desa dikampungnya.
Ibulah yang menyuruhku pergi sesaat menghindari amukan ayahku, tapi aku malah pergi menignggalkan mereka kejakarta dan sampai saat ini belum kembali.

Entah mengapa... sesak dan penuhnya kapal ini, malah masih saja menyisakan ruang kosong untuk ku, dan malah kembali membawaku pada kenangan-kenangan buruk itu lagi.
Miris hati ini, mengingat hari-hariku yang kelam dijakarta,
Berdasarkan alamat yang kuperoleh dari data di sekolahku, ku menyusuri kota kejam ini, mencari sebuah alamat di daerah kelapa gading.
Dan dengan susah payahnya, akhirnya aku bisa  menemuai lelaki buaya itu,awalnya ia begitu baik, karena ia tak ingin orang tuanya tw tentang masalah kandunganku ini, ia malah mengajakku ke apartemennya, disana ia menyuruhku tinggal untuk beberapa waktu.
Entah apa yang ada dipikiranya, ia begitu bengis padaku, kasar, tak jarang ia mendaratkan bogem mentahnya ke tubuh dan wajahku, tak lagi ku temui kehangatanya, cintanya, bahkan kerap kali ia datang dalam keadaan mabuk, diakhiri dengan ia menggumuliku dengan paksa...
Merinding kembali bulu kudukku mengingatnya...

Terus saja dan kembali kuhirup kopiku, sembari Menikmati indahnya langit tanpa batas malam ini, di ujung sana seolah menyatu dengan lautan.
semilir angin nyapun menentramkan galaunya hati ini. kurasakan damai nya hati
Kedamaian dan keindahan sudah lama tak kurasaakan,karena belakangan ini aku terlalu sibuk membenahi atribut yang tersemat di dadaku, dari seorang “pelacur”manjadi Istri simpanan seorang anggota DPRD di seatu kota.
“hm....”tiba-tiba saja aku menghina diriku sendiri,
Mereka yang ada dikapal ini,pasti mengira aku seorang yang sangat beruntung, memiliki paras dan tubuh indah, di selimuti beberapa perhiasan mahal, berbubuhkan kerudung sutra  yang menghiasi kepalaku, mana tw mereka kalau aku seorang Mantan Pelacur??
Mana tw mereka, bahwa aku hidup dari menahan rasa perih dan  kesendirian..
Bukan ini hidup yang aku inginkan, bukan bergelimangan harta, bergelarkan tahta,
Aku ingin hidup selayaknya istri, yang menunggu suaminya pulang setiap harinya, bukan sepertiku yang tak pernah tentu kapan ia datang menemaniku.
Tapi apalah ini, toh ini pilihan hidupku, toh aku juga yang lebih memilih pergi ke Jakarta untuk lelaki biadab itu, dan masih untung aku bertemu lelaki  tua itu,yang sudah tiga tahun ini manjadikan ku simpanannya, walau ia jelas tw aku seorang pelacur idamannya.

Ah....
Lelah kadang menjalani hari-hariku, setelah beberapa tahun aku melewati idul fitri di di kampung orang, baru tahun ini aku memberanikan diri, untuk datang lagi ke kampungku,Berbekal beribu maaf yang ingin ku peruntukan untuk ayah bundaku...
Aku ingin meminta maaf pada mereka,memohon ampun atas semua ke tidak patuhanku,
benar kata mereka bahwa wahyu seorang lelaki yang tak bertanggung jawab!!
Bahkan diapartemenya ia dengan sengaja  membawa empat teman laki-lakinya untuk bersama-sama memperkosaku, hingga aku keguguran..!!
“Hah....”
Tak dapat lagi aku menutupi kepedihanku, kututup saja wajahku dengan kerudungku, sembari menyembungikan tangisanku..
Begitu pedih kurasa malam itu, harga diri yang terkoyak-oyak, bahkan bukan Cuma harga diri, dia lelaki yang aku cintai sepenuh hati, malah ia tertawa dan menikmati setiap tangisan dan berontakku, saat teman-temannya mencumbui tubuhku dihadapannya..
ia bukan Cuma tak bertanggung jawab, ia laki-laki biadab.

Theet....!!!!
Suara terompet panjang dikapal ini, menghentikan tangisan ku, menandakan kami harus segera bergegas menyambut udara dari seberang pulau sana.
Aku masih sempat melihat  lampu-lampu yang menghiasi manara siger, begitu indah terlihat pada malam hari, begitu megahnya bangunan itu, yang merupakan replika hiasan kepala para wanita-wanita lampung.
ku segera beranjak masuk ke mobil untuk meneruskan perjalanan,
Tak sabar rasanya harus menunggu lebih lama lagi,untuk segera sampai dirumah, rindu ini memenuhi segala anganku.
”Semoga mereka masih Sehat....” Doaku.

Pagi yang sejuk ini menyambutku, bau khas daun kering basah memenuhi mobil ini, sengaja ke buka kacanya, agar aku bisa kembali menikmati kesejukan kampung halamanku, putriku pun sangat asyik bertanya–tanya tentang apa saja yang ia lihat, ia begitu bersemangat pagi ini,
“sayang sebentar lagi kita ketemu  mbah putri dan mbah kakung, sayang....”
Ini pertama kalinya ia bertemu dengan neneknya dan kakeknya, karena tak mungkin bagi suamiku memperkenalkan anak dari simpanannya ke orang tuanya di semarang, begitulah nasib, yang mengantarkan aku dan putriku, entah sampai kapan kami akan selalu disembunyikan dari keluarganya.

Dari kejauhan sudah Nampak rumah itu, rumah yang masih tampak sama, tidak ada perubahan berarti disana, malah tampak sangat kusam, sangat  tak terawat.
Didepan rumah duduk seorang lelaki tua, sedang menghisap rokoknya, hanya bersarung kain, ia menatap terus ke pada kami.
Tapi aku jelas masih mengingat wajah itu, walau wajahnya sudah tersapu dengan kerutan-kerutan,tanganya gemetaran menyambut uluran tanganku.
“ayah....?”
Aku menangis sembari memeluk tubuh rentanya....
Ia membelai kepalaku....dengan tanganya yang kian rapuh..
“akhirnya kamu pulang Ndok....Maafin ayah ya nak....”
Dengan suaranya yang parau, malah ia meminta maaf padaku..
Aku tak memperdulikan lagi putr i kecilku menatapku dengan air mata ini, para tetanggga juga sudah mengerumuniku…
“Aku rindu ayah....harusnya aku yang meminta maaf pada mu Yah..?”
“maafkan aku ayah, baru sekarang ini aku datang,maafkan aku Yah...?”
“aku rindu sekali pada mu Yah...”
Sembari tak ingin melepas pelukanku, Mataku terus mancari sosok itu.
Sosok lembut yang selalu melindungiku..
“Ayah....mana Bunda???”
Entah mengapa mendengar pertanyaan ku ayahku justru tangisnya tambah menjadi.
Ia memelukku kian erat,ada beban diwajahnya…ada sesal ditangisnya.
Kembali lagi kutanyakan ke mana Ibundaku..
“Bundamu sudah setahun lalu mangkat nak....”
Tangisku pun kembali pecah dipangkuan ayahku...sekejab saja aku kehilangan sadarku.
                  
“Disini ndok, ibundamu dimakamkan...dekat dengan makam paman mu...”
“Bundamu mangkat setahun lalu nak, seminggu sebelum idul fitri, ia meninggal Setelah Sahur”
“sebelum meninggal, bundamu masih menyiapkan sahur untuk ayah,...Ndok”
“setelah  Sahur bersama ia pamit tidur sejenak, ia lelah sekali, dan minta dibangunkan saat sholat shubuh”
“tapi ketika ayah bangunkan,ia tidak bangun lagi ndok…sampai sekarang”
Kusimak baik-baik setiap tutur katanya, dengan nafas yang berat ia masih bisa mencertitakan, begitu rindunya bundaku padaku...
Begitu berharapnya aku datang disetiap hari-harinya...
Ada sesal yang kurasa,seketika rindu ini kian menjadi...hanya bisa memeluk nisan mu Bunda
“maafkan aku bunda...aku belum pernah membahagiakan mu”
“mohon ampunkan segala salah dan derita yang selalu kubuat untukmu...BUnda”
“tangis dan lukamu, terus saja menganga sampai akhir hayatmu bunda... semua nya karena aku”
Kuhabiskan waktu panjangku melepas rindu di makam ibundaku.
Sayup-sayup terdengar  gema takbir berkumandang dari seluruh penjuru arah...
Ini malam terakhir ramadahan, kusudahi sejenak kesedihanku, dengan berbuka puasa dan tarawih bersama Ayahku tercinta.

Malam ini berkidungkan takbir, aku kembali bermanja di pangkuan Ayahku,walau tanpa ibundaku.
Sudah lama tak kurasakan sentuhnya, sembari berbagi kisah indah, dan segala hal yang berhubungan dengan kerinduan ibundaku.
Tak lupa ke bagikan oleh-oleh yang sudah aku persiapkan untuk para sanak keluarga,sedikit senyum mereka mampu melipurkan kerinduanku.
Dan hanya menyisakan  mukenanya saja yang khusus untuk bundaku
Ku simpan saja di lemari kesayanganya, berharap bunda  bisa tau kerinduanku saat ini dan beribu sesalku.

“ndok...sebelum bundamu wafat, ia sempat membelikanmu mukena ini”
“ia selalu berharap kamu akan datang,apalagi klo idul fitri...,”
“mukena ini dibeli oleh bundamu setahun lalu,sudah lusuh Ndok,wajar sudah setahun lalu Cuma disimpan di lemari bundamu, tapi paling tidak  Ayah masih bisa memberikanya untukmu..ndok!! “
“ bundamu sangat merindukanmu sayang...”

Kurasakan pedihnya hati ini tak seperih ketika aku harus melayani para lelaki hidung belang, Sakitnya yang kurasakan kini lebih sakit, daripada aku harus menjadi wanita simpanan orang..!!
sesalku detik ini kembali membuncah,lebih sesak rasanya daripada dicampakan oleh oleh wahyu.
Semuanya beradu menjadi satu,
Semuanya menjadi beban yang terus saja menghujamku...
Manjatuhkanku relung derita paling dasar.
Bersama mukena lusuh ini, akan kumulai hariku yang baru
Hari-hari yang akan selalu berseru akan “keangunganmu” Allah.
Berserah dan selalu ikhlas atas semua pedih dan luka ku selama ini.
Dihari yang fitri ini,ingin kutebus hari-hariku dengan hanya bersujud dan memohon ampun dari mu Ya ALLAH.
Dan bersama gema takbir malam ini... ingin selalu kukirim kan kidung merdu, berlafazkan shalawat dan dzikir untuk mu Ibundaku..

0 komentar:

Posting Komentar