Minggu, 24 Juli 2011 - 0 komentar

Medali Pak Min

Oleh :Ferra Raoyan

Matahari hari ini, rupanya sedang tak bersahabat, ia begitu Marah, hingga pijarnya saja mampu membuat semua mata tak ingin berlama-lama terpana.
Tapi tidak untuk pak Min, dalam terik dan panasnya matahari, ia masih saja mengayuh becaknya menyusuri ruas jalan di sepanjang kota Surabaya.
Dengan tenggorokan yang sudah mengering dan perut kelaparan, Ia masih begitu semangat untuk mencari rupiah demi keluarga tercintanya.

“Pak...  kalau ke taman sikatan berapa pak...???”
“Lima  belas ribu bu...,soalnya masih lumayan jauh dari sni ” jawab pak min dengan santun nya.
“Gimana kalau  sepuluh ribu saja ya pak...” masih dengan Ngototnya nenek-nenek tua ini menawar dengan harga yang paling murah”
Bagi pak min tak ada pilihan lain, sudah separuh hari, tapi ia belum juga mendapatkan penumpang becaknya.
“Ya baiklah bu saya antar ,silahkan naik.”
Masih  begitu sopan Kata-kata pak min, menghadapi bawelnya nenek tua ini.
Dikayuh terus becaknya, tak perdulikan peluh sudah membasahi kaus lusuhnya.
Hati nya begitu riang, akhirnya hari ini ada juga penumpangnya.
”Lumayan bisa buat makan hari ini"
Sambil menyusuri jalan mata pak min Nampak terus memandangi rumah-rumah makan yang ada disepanjang jalan, rupanya dalam angan pak Min  sudah membayangkan makanan apa yang ia ingin beli setelah mengantarkan nenek  ini ke tujuannya.
Dengan uang sepuluh ribu ditangannya Ia lalu mengayuh sepedanya dengan cepat, menuju sebuah warung makan  emperan dipinggiran jalan .
Dari jauh Pak min sudah dapat mencium Aroma wangi dari warung soto itu..
“Hmmmmmmmm... pasti sangat nikmat,”Air liur pak min kian menebal.
Namun langkah kakinya tiba-tiba terhenti, seolah ada sesuatu yang mencegahnya masuk kewarung itu, sembari dipegang perutnya yang sudah dari tadi keroncongan, ia berbalik arah meninggalkan warung soto itu.

Dikayuh nya kembali becak tuanya  menyusuri jalan – jalan ini. tak lagi ia mengayuh becaknya, dengan senyum Sambil terus menahan lapar, ia ketempat  biasa mangkal.
Dipelupuk matanya terbayang tangis putri kecilnya yang sudah dua  hari ini sakit,Ia harus banyak menyimpan uang untuk biaya pengobatan putrinya.
Untuk itu ia memilih kelaparan hari ini, daripada ia harus melihat putri nya masih saja terbaring lesu di tempat tidur.

“Anak saya kena Diare pak, sudah dua hari ini, makanya saya baru bisa jalan hari ini pak”
Dengan wajah yang sedikit memelas pak min menjelas kan kepada pemilik becak yang ia sewa. Sehari ia harus setoran  Rp 15.000 kepada  pemilik becak tersebut.
“Ya sudah, terus kamu punya uang berapa untuk hari ini??”
Tanya pemilik becak itu.
“Ya saya hanya punya uang Rp 20.000 pa, tapi tolonglah pak, saya butuh uang ini untuk berobat anak saya, besok barulah saya cicil kembali pak tolong, pak.”
Terus saja pak min mengiba .
“Ya sudahlah, kamu bawa saja uang itu, tidak usah kamu ganti,”
Sambil membalikkan badannya pemilik becak itu segera meninggalkannya, pak min .yang belum sempat berterimakasih.
“Pak min tunggu....”
Bocah perempuan kecil itu berlari-lari kecil mengejar pak min.
“Ini ada sedikit makanan dari bapak dan obat diare, buat putri bapak,..”
Tangan mungil itu meyodorkan sebuah plastik berwarna merah.
“Terimakasih nak,bilang juga terima kasih untuk bapak ibumu.”
Sambil menahan sesak didada pakmin mengucapkan banyak terima kasih,
“Ya sama-sama,sahutnya,semoga putri  bapak cepat sembuh ya.”
Sambil melambaikan tangannya, bocah itu masih sedikit melemparkan senyum.
Tanpa pak min sadari air mata sudah mengalir dipipi nya, air mata keharuan atas kebaikan pemilik becak dan doa untuk kesembuhan putrinya.

“Nak bangun,... ini bapak sudah bawa makanan dan obat untuk mu..”
Dengan penuh sabar istri pak min membangunkan putri  kecilnya.
Masih saja menyuguhkan senyum, putri pak min untuk kedua orang tuanya, walau wajahnya sudah  pucat pasi.
Seperti tak ingin mengecawakan orang tuanya, entah karena ia sudah sangat lapar ia pun segera melahap makanan yang pak min bawa
“Enak sekali pak...”
“Ayamnya benar-benar empuk “ujarnya...
“Coba setiap hari makan begini ya pak,kayak dulu lagi waktu bapak masih sering pergi.”
Mendengar ucapan putrinya, hati pak min bagai terkoyak-koyak,rasa lapar yang ia tahan seharian ini seperti hilang, berganti dengan air mata yang tak mampu ia tahan lagi.
“Sudah nak makan saja..sambil makan ga boleh banyak bicara,abis itu baru kita minum obatnya ya..”
Istri pak min sangat bisa membaca raut wajah suaminya, hingga ia harus segera membujuk putrinya untuk tidak menyinggung hal itu lagi.


“Capek pa???”
Dengan penuh kelembutan istri pa min memijat punggung  suaminya itu.
“Ya lumayan ma,anakmu sudah minum obat ??”
“Sudah, sekarang ia sudah tidur lagi..semoga besok pagi dia sudah sembuh ya pa..!!”
“ya ma, insya Allah, kashian sekali putri kita ma, harus ikut merasakan derita kita,
“sudah pa, ga usah disesali semua pasti ada hikmahnya, Tuhan tidak mungkin membuat kesalahan dalam menulis takdir yg harus kita jalani pa..”
Diusap  kepala suaminya itu  penuh cinta, Istri pak min memahami betul apa yang saat ini pak min rasakan.

Jam 01.00 pagi pak Min terjaga dari tidur nyeyaknya, seperti biasa pak min segera mengambil wudhu dan langsung sholat tahajud.
Sudah hampir dua tahun ini sholat tahajud menjadi teman setianya untuk melepaskan segala bebannya tentang hidup, tempat ia terus belajar berdamai dengan kenyataan yang kadang mampir dalam sesalnya.
Dan dalam doanya malam ini pak Min  berdoa untuk kesembuhan putrinya,Dan semoga kehidupan keluarganya akan jauh lebih baik.
cukup lama pak min tersungkur dalam sujudnya,
Keningnya tambah berkerut ketika ia menyadari besok sudah tanggal 15, tangga jatuh tempo pembayaran  kontrakan nya.
Pak min sudah menunggak 3 bulan,untuk itu jika ia tidak bisa melunasinya  besok sore ia akan diusir dari kontarakan ini.
Ia terus berfikir bagaimana caranya ia mendapatkan uang untuk membayar kontrakannya tersebut .
Pak min kemuadian membuka sebuah kotak dalam lemarinya.
Sudah lama ia ingin membuka kotak itu,namun  banyak pertimbangan yang membuatnya lagi-lagi  tak jadi membuka kotak itu.
Tapi, “ini sekarang lah waktunya” ujarnya dalam hati.
Ia membuka kotak itu perlahan-lahan.
Disana ia menyimpan segala kenangannya, yang sudah lama ia simpan baik-baik.
Tak pernah terlintas  dalam benaknya selama ini untuk membuka, apalagi sampai berniat menjualnya.
Namun sepertinya keadaan sekarang benar-benar berubah, dengan terpaksa ia mengeluarkan benda itu
Benda itu berawarna kuning keemasan,bentuknya bulat berpitakan kain berwarna merah dan putih.
Sebuah medali emas yang kini pak min genggam, sebuah medali yang sangat ia banggakan,
Sebuah medali yang mengukirkan namanya menjadi salah seorang atlet terbaik pada Pon ke VII yang diselenggarakan di Surabaya.
Begitu bangganya ia , kala medali itu dikalungkan dilehernya, hidupnya pun kala itu tidak seperti sekarang, berkecukupan, sewaktu ia masih menjadi seorang atlet.
Tapi apalah ia  sekarang, hanya seorang penarik becak, yang terpaksa harus menjual medali kebanggaanya untuk membayar kontrakan dan biaya pengobatan anaknya.
Dan seperti ingin mengucapkan salam terakhirnya pak min membawa medali itu ikut  tidur menemaninya malam ini.


Hari ini pak min pulang lebih larut,tidak seperti biasanya.
Dibecaknya ada sekarung beras,telur ayam dan beberapa makanan,ia Nampak sangat kelelahan.
Istri pak min terkaget-kaget dengan bawaan yang pak min bawa.
“Bapak banyak sekali bawaannya,bapak punya uang dari mana pak ??”
Belum sempat pak min menjawab, pak min malah mengeluarkan uang seratus ribuan sepuluh lembar.
Istri pak min terdiam keheranan,seolah tak percaya oleh apa yang suaminya bawa.
“Ini bu ada rezeki sedikit,uangnya besok buat bayar kontrakan ya... sisanya diirit-irit buat keperluan sehari-hari atau kalau perlu untuk modal ibu lagi,jualan kue lagi ya bu...??’
Air mata istri pak min mengalir deras, ia memeluk suaminya penuh haru.
“aku tau pak,dari mana bapak mendapatkan uang ini,maafkan saya pak, saya malah jadi beban untuk bapak” air matanya kian mengalir deras,mengiringi perkataanya barusan
Pak min mengusap kepala istrinya
”Ga apa-apa bu... semua sudah tanggung jawab saya, dan kita sebagai orang tua...”
“bukankah ibu yang sering bilang, Allah tidak pernah menukar nasib seseorang bu”
“Ya sudah sekarang ibu masak sana... bapak sudah lapar.seharian belum makan...”
Sembari dikecup kening istrinya itu, pak min minta dimasakkan sambal telur, sudah lama rupanya keluarga ini tidak makan dengan lauk, sekalipun itu hanya telur.

Malam ini seperti biasa pak min terjaga kembali ,namun sedikit lebih awal,pukul 00.30 sepertinya Pak min sudah tidak sabar, untuk segera mengucapkan terima kasih pada Tuhannya.
 Pak min sudah berada pada sajadahnya, menengadahkan kedua tanganya sambil terus berucap syukur atas nikmat yang ia terima hari ini.
“ ya Allah yang maha pemurah ,terima kasih  atas semua nikmat hari ini yang kami  terima,engkaulah  maha segalanya ..
“ya Alah yang maha pemaaf,maafkan hambamu ini jika selama ini hambamu ini masih selalu saja berburuk sangka  atas semua yang hamba terima.”
“Ya Allah yang maha merencanakan, terima kasih karena  hari ini kau telah mempertemukan aku dengan seorang yang dermawan,yang mau membantu hamba dengan segala permasalahan yang hamba hadapi.”
“Ya Allah yang maha pengasih, berikan lah laki-laki dermawan itu limpahan rezeki,semoga engkau akan membalas kebaikannya dengan kabahagiaan yang lebih pula...”
“Ya allah yang maha ampunan,ternyata masih kau sisakan orang-orang yang berhati mulia di negeri ini, hingga ia masih bisa menghargai kemampuan dan perjuangan ku, atas medali ini...”
Terimakasih untuk mu... Ya Allah.
Digenggam nya erat-erat medali  yang sudah jadi  kebangganya.
Medali yang hampir dijualnya hari ini,untuk menutupi kebutuhan hidup,ketika kejayaannya sebagai seorang Atlet sudah pudar diNegeri ini.

0 komentar:

Posting Komentar